Pada masa itu, karena keaadaan sudah aman dari gangguan para Lanon, serta keberadaan kesultanan yang sudah mulai kuat menegakkan keamanan untuk ketentraman penduduk, membuat pendudukan yang awalnya tinggal jauh kedalam di daerah aliran sungai, berangsur-angsur kembali ketempat semula.
Kehidupan sosial masyarakat sudah mulai tertib. Penduduk sudah dapat beraktifitas dengan normal dan merasa aman untuk dapat bekerja, mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari melalui kegiatan bertani, berkebun dan berladang. Namun pada masa itu, gangguan mahluk halus (hantu) terkenal dengan keangkerannya. Hantu-hantu sering mengganggu penduduk, pada saat penduduk pergi bekerja, dan melakukan pekerjaan sampai dengan batas waktu yang biasanya (waktu bekerja penduduk di waktu pagi sekitar jam 09.00 sampai dengan waktu petang-sekitar pukul 17.00 sore), jika melewati batas waktu tersebut, maka akan ada gangguan dari mahluk halus. Sehingga, gangguan-gangguan yang dilakukan oleh mahluk halus (hantu-hantu) terhadap penduduk yang menyebabkan rasa takut, suasana angker dan mengerikan di namakan Antuan, maksudnya berhantu menyebabkan ketakutan bagi penduduk.
Antuan dilakukan oleh Bataan (hantu-hantu), sehingga muncul lah penamaan Sebataan yang sekarang ini dikenal masyarakat. tetapi, keterangan ini lain juga menyebutkan bahwa nama Sebataan diambil dari nama seseorang yang bernama Tuk Bantah berasal dari kampung Perasak Sambas, Tuk Bantah adalah orang yang melakukan pembukaan daerah yang sekarang disebut Dusun Sebataan.
Konon, daerah ini akan diberikan nama sesuai dengan orang yang melakukan pembukaan wilayah yaitu Bantah, tapi entah kenapa kemudian Datuk Bantah sendiri enggan memberikan nama dengan sebutan demikian, sehingga diberilah nama Sebataan. Ketika aktifitas pembukaan daerah tersebut dilaksanakan, Tuk Bantah melakukannya bersama dua orang yang lain yaitu Nek Kantang dan Datuk Rumput. Di daerah ini mengalir sungai Sebataan yang pada masa itu disepanjang aliran sungai nya dijadikan tempat bermukim para penduduk, termasuk lah Tuk Bantah dan istrinya yang bernama Nek Noyah dan anak mereka, terdapat pula penduduk lain yang disebutkan pernah bertempat tinggal di Sebataan yaitu Nek Bampek, Nek Darus, Nek Atan, Nek Dadat, Nek Rasak.
Di sungai Sebataan terdapat empat lubuk,yaitu yang disebut dengan Lubuk Bakung oleh karena banyak sekali ditumbuhi tanaman bakung (Eceng Gondok), Lubuk bumbun oleh karena disekitarnya banyak ditumbui pohon bumbun, Lubuk Batu Arak oleh karena terdapat batu didalam lubuk tersebut dan Lubuk Batang. Lubuk adalah adanya bagian di sungai yang memiliki tingkat kedalaman, sedangkan batas ujung sungai Sebataan dimana aliran sungai sudah terputus di sebut penduduk dengan nama Tabat Gantang.
Selain itu, daerah Medang yang dikenal sekarang, awalnya merupakan hutan lebat dan belum pernah terjamah oleh manusia. Daerah Medang lebih angker dan menyeramkan daripada daerah Sebataan hantu-hantu hanya menggangu penduduk yang telat pulang dari bekerja, maka di Medang lebih parah lagi karena hantu-hantu yang bergentayangan ngadang (menghadang, menghalang-halangi, mencegah) penduduk yang lewat. Gangguan yang dilakukan hantu-hantu tersebut sangat luar biasa menakutkan. Situasi yang benar-benar menyeramkan tersebut menyebabkan penduduk ketakutan. Sehingga, di kenal istilah tatak talikur (siapa yang datang kesana ke Medang pada waktu itu, untuk membuka hutan tidak akan mampu bekerja, karena takut dan akan lari), sampan-sampan yang diikat di tepi sungai tidak akan sempat di buka ikatannya (talikur-tali sampan yang diikat), sehingga harus di potong menggunakan parang (tatak).
Maka, penamaan Medang mengadopsi dari keadaan gangguan hantu yang sangat mengerikan, yaitu hantu yang ngadang penduduk, munculah penamaan medang yang diambil dari makna kata ngadang. Namun kata Medang, juga dikait-kaitkan dengan keadaan wilayah ini pada waktu itu yang memiliki hutan lebat, kayunya yang banyak, berjenis-jenis dan yang paling banyak tumbuh adalah pohon kayu Medang terutama pohon Medang Tangkul dan Medang Karan. Sehingga penamaan medang juga muncul menurut keberadaan potensi alam daerah itu.
Pada tahun 1988 barulah desa ini (Desa Sebataan dan Desa Medang ) di sebut dengan nama Desa Sulung. Penamaan muncul dilatarbelakangi oleh beberapa hal mendasar, salah satunya adanya kebijakan penggabungan desa (regrouping) sebagai implementasi dari dikeluarkannya UU no 5 Tahun 1979.
Nama sulung sendiri, diberikan ketika Camat yang pada waktu itu bernama pahadi. Dalam Berita Acara, mengumpulkan semua Kepala Desa yang berada dalam wilayah kerjanya terkait akan dilaksanakan penggabungan desa-desa, yang pada waktu itu desa Sulung sendiri masih belum ada dan masih terbagi dalam dua desa yaitu desa Medang dan desa Sebataan.
Pada pertemuan tersebut Camat meminta kepala Kepala Desa untuk memberikan nama baru termasuklah memberikan nama kepada desa Medang dan desa Sebataan yang digabungkan. Kepala Desa Bul Hadi yang pada saat itu hadir secara formal memberikan nama Sulung untuk desa Medang dan Desa Sebataan yang telah digabungkan menjadi satu desa. Adapun nama Sulung sendiri diambil dari kata Tuk Ulung, seorang yang tinggal di ujung sungai Sulung.
Selain itu, nama Sulung ini muncul oleh karena latar belakang kewilayahan menurut keadaan geografis yang berkaitan langsung dengan wilayah Kecamatan Sejangkung, dimana desa-desa yang tersebar berada dalam gugusan aliran sungai dan maka penggabungan desa ini terjadi tahun 1988, diambil nama Sulung adalah nama sebuah sungai (batas antara dusun) yang dikenal masyarakat sekitar yaitu "Sungai Sulung", sehingga sekarang dikenal dengan nama Desa Sulung.
Sulung (yang dalam bahasa Sambas yang artinya pertama), diberikan karena merupakan wilayah pertama yang dijadikan tempat bermukim penduduk (telah diceritakan sebab terjadinya perpindahan penduduk dari tepi sungai ke pedalaman daerah aliran sungai) yang berada dibagian sebelah hilir anak sungai di wilayah Sebataan oleh penduduk dari di sebelah kiri sungai Sambas Besar (disekitar delta-wilayah simpang tiga Desa Kartiasa). Dikarenakan tempat tersebut yang pertama dihuni oleh manusia, disebutlah tempat itu dengan nama Sungai Sulung, yang digambarkan sebagai pangkal, awal pertama.
Walaupun, yang secara umum juga berkaitan dengan penamaan Senujuh (yang memberikan makna tentang urutan tujuh, sekarang merupakan salah satu desa), sehingga bentangan wilayah desa-desa ini apabila di urutkan dimulai dari yang pertama yaitu Sungai Sulung (Desa Sulung yang sekarang), yang kedua Sekuduk atau Sebuntuan (Desa Sekuduk yang sekarang), yang ketiga Piantus (Wilayah Desa Parit Raja dan Desa Paintus yang sekarang), yang keempat Semanyang Perigi Landuk (Desa Perigi Landuk yang sekarang), yang kelima Sekanan (salah satu dusun di Desa Sendoyang yang sekarang), yang keenam Sendoyan (Desa Sendoyan yang sekarang), dan yang ketujuh adalah Sungai Mak Lebar Sungai Senujuh (Desa Senujuh yang sekarang). Maka jelaslah.
Sumber cerita : Buku Sejarah Desa Sulung

Tabel Sejarah Pemerintah Di Desa Sulung
NO |
PERIODE |
NAMA KEPALA DESA |
KETERANGAN |
1 |
1988-1989 |
BUSTONI |
Kepala Desa |
2 |
1989-1998 |
BULHASAN |
Kepala Desa |
3 |
1998-2006 |
MURSIDI |
Kepala Desa |
4 |
2006-2018 |
HAIRONI |
Kepala Desa |
5 |
2018-2019 |
AGUSTINA |
Pj. Kepala Desa |
6 |
2019-2025 |
AMBAR, S.Pd |
Kepala Desa |